Sudah satu minggu aku diam disini, di rumah sakit ini. Bosan rasanya setiap hari harus mencium aroma obat, makan makanan yang serba lembek, hanya berbaring di tempat tidur. Pekerjaan lain hanya menonton tv, jalanjalan di koridor rumah sakit, sampai2 aku hafal betul bagian rumah sakit ini.
Tapi, hari ini mungkin berbeda. Hari ini rasanya hari tersenangku di rumah sakit. Kalian tau apa? Yap! Vino dating menjengukku. Ternyata dia masih dengan ku, Vio. Sungguh, aku bingung harus senang, bahagia, biasa saja, atau harus bagaimana. Perasaanku tak jelas, rasanya ingin melompat senang, tapi terlalu berlebihan menurutku.
“hai Vi, apakabarlo?” tanyanya sebari menghampiri tempat tidurku yang sudah bau apek
“ya, baik ko, lo gimana?” tanyaku balik. Aku merasa ruangan ini panas, atau aku yang malu karna Vino datang? Aku memegang wajahku, panas. Aku harap Vino tidak merasakan perubahan wajahku yang menjadi seperti kepiting asap.
“gue bawa sesuatu buat lo” ucap Vino ditengah tengah pembicaraan kami
“apaan?’ tanyaku ingin tau
“bukan apa apa sih, boneka kecil doing” ucapnya malu malu sebari memberikan boneka itu padaku. Boneka itu berwarna coklat pekat, ukurannya sedang, ada pita berwarna biru donker dilehernya “lucu banget” ucapku dalam hati
Ini bukan pertama kalinya aku dapat boneka dari laki laki, apallagi dari Vion, sangat banyak. Mungkin dulu buatku bonek boneka itu sangat membuatku senang, karna membuatku ingat Vion, tapi sekarang? Ah aku muak dengan Vion, lagi lagi dia yang terlintas di benakku.
“thanks Vin, kok ngasih bonek sih?” tanyaku malu
“gak apa apa, Cuma mau ngasih aja, emang gak boleh? Suka gak?” tanyanya sebari menunjuk boneka
“suka banget!” jawabku antusias
“ups, ketauan kan senengnya. Aduh parah banget” ucapku dalam hati
“hahahahaha iya gua tau, keliatan dari muka lo haha” tawa Vino meledak
“sial” ucapku pelan
**
Malam hari, di kamar. Seminggu berlalu, tetap saja aku jutek pada mamah. Entah, sebenarnya aku ingin bicara dengannya, mengobrol, tertawa bersama, tapi rasanya ada yang mengganjal antara kami.
Aku mungkin akan membenci papah, bayangkan! Satu minggu aku di sini, papah tak kunjung dating menjengukku! Apa dia tak peduli padaku lagi? Anak perempuan satu satunya yang dia miliki. Apa papah telah dengan wanita lain? Hey! Perceraian saja belum, kenapa papah sejahat ini? Apa mamah tak memberi tahu papah? Semuanya memang tak senang melihat ku bahagia. Berantakan meman keluargaku.
“Vio, minum obat dulu yu” ucap mamah lembut
“engga mah” jawabku malas
“vio, ayo mi….” belum selesai mamah bicara, aku sudah memotongnya
“aku gak mau mamah!”ucapku menyentak
Mamah langsung diam. Aku tau aku menyakitinya, sangat menyakitinya. Tapi air mata itu tidak akan mengganti rasa sakitku, kekecewaanku, yang pasti kehidupanku yang dulu! Mamah pergi keluar ruanganku, entah apa yang di lakukannucaku menyentak
Mamah langsung diam. Aku tau aku menyakitinya, sangat menyakitinya. Tapi air mata itu tidak akan mengganti rasa sakitku, kekecewaanku, yang pasti kehidupanku yang dulu! Mamah pergi keluar ruanganku, entah apa yang di lakukannya. Aku tak peduli
Tiba tiba, BRAK! Pintu ruangan di buka amat kencang, kakakku, Frans
“Vio, kakak mau ngomong” ucapnya tiba tiba
“apa? Mamah?” tanyaku menebak. Aku sudah tau apa yang akan dibicarakan olehnya, pasti tentang mamah. Terlihat dari raut wajahku, memendam kesal yang amat sangat besar, dan itu tandanya mamah keadaannya tak baik, tapi aku tak peduli
“iya, itu tau, kenapa sih gitu banget sama mamah? Inget de, kamu tuh dilahirin sama dia, bukan sama monyet!” bentaknya
“lalu? Masalahmu apa ka?” tanyaku menganggap remeh
“stop ya Vi kamu kaya gini! Mau sampai kapan?” bentaknya, lagi
“hey! Ini hidupku, aku mau baik kesiapapun suka suka aku ka! Kakak inget? Mamah udah mau cerai sama papah! Inget ga? Dan Cuma karna itu hidupku ancur. Kakak kira aku gak tau kalau kakak suka mabok tiap malem? Aku tau! Semenjak mamah dan papah cerai kakak jadi gitu! Aku benci keadaan kaya gini. Ini bukan hidupku! Dan Vion, kakak tau? Dia, laki laki yang kakak banggain, ternyata busuk! Lebih busuk dari sampah sekalipun! Brengsek!!!!” jelasku, lalu melempar gelas mug di sampingku
“Vio! Sadar! Ini semua bukan salah papah sama mamah!” teriak Frans
“ini salah mereka! Coba mereka mau dewasa, mau sepenanggungan, gak egois, gak mikirin harta masing masing! Emang mati bawa duit? Ha? Makan tuh duit! Aku gak butuh uang! Dan papah, kakak tua? Papah gak jenguk aku sama seklai, padahal udah satu minggu aku disini! Apa maksudnya? Aku benci sama semuanya, penyakitku, gak tau apa, rasanya pengen mati aja ka!!!!” ucapku keras. Nafasku terengah engah, sakit didadaku mulai lagi, mataku berkunang kunang, aku tak melihat siapapun, gelap.
**
Aku berdiri ditengah tengah taman bunga yang amat luas. Bunga dimana mana, aku melihat bunga cempaka, kesukaanku. Aku belari menghampiri kumpulan bunga itu, memetiknya, lalu mencium wanginya kuat, hah, aku merindukan suasana ini, suasana yang tenang, yang tak ada siapapun mengangguku. Aku terus berjalan meyusuri tempat itu, aku tak tau itu dimana, kapan, dan kapan waktunya, aku rasa ini sore hari. Aku terus berjalan, sampai akhirnya aku diam di satu pantai. Airnya biru bening, cantik sekali. Aku berlari ke pinggiran pantainya, merasakan pasir yang memasuki rongga kakiku, merasakan air dengan butiran pasir yang indah, aku suka suasana ini, aku mencintai tempat ini. Ini dimana? Hah sayangnya aku tak tau. Aku harap ini bukan mimpi, lalu gelap
“Vio, kamu gak apa apa?” Tanya Frans
Aku tak menjwab, kepalau masih pusing, masih berbayang. Aku mencoba memperjelas penglihatanku. Aku lihat mamah, menangis memegangb tanganku, aku hanya diam. Lalu Frans, dan….. Vino! Ya, Vino. Mataku terbelangak melihat sosoknya disini
“kok lo disini?” tanyaku dengan suara tak jelas
“ngomong sama siapa?” Tanya Frans
“sama Vino, bukan sama kakak” jawabku datar
“ha? Kenapa?” Tanya Vino sebari mendekat ke kasurku
“lo kenapa disini? Tadi bukannya lo pulang?” tanyaku pelan. Dengan suasan itu, Frans dan mamah keluar ruangan, menenangkan mamah
“gua kesini kan kemo, tadi pas gua ke sini itu mau kemo. Nah tadi gua baru selesai kemo. Pusing gua” ucapnya sebari memegang kepalanya
“duduk, jangan berdiri” ucapku, dia segera melakukan apa yang ku suruh
“kemo sakit ya?” tanyaku
“hm lumayanlah, emang lo gak kemo?” tanyanya
“gue? Kemo? Penyakitnya aja apaan gatau, gimana mau kemo, haha lucu lo”
Vino diam, menunduk
“kenapa?”
“sory Vi, gua lupa”
“gak apa apa santai aja” jawabku tersenyum
Dia menuduk lagi, lalu tangannya meraik tanganku
“Vio, gua janji, gua bakal kesini tiap hari buat temenin lo” ucapnya lembut
Aku diam, tak percaya, sekaligus senang. Entah kenapa aku senang saat dia mengucapkan kalimat itu, lalu mengeggam tanganku erat. Rasanya hangat, aku tersenyum penuh
“thanks vino” ucapku sebari merasakan genggaman erat tangannya
“eh bonekanya lo simpen disini?” Tanyanya
“iya, biar temenin gue tiap malem hehe” jawabku malu
Dan kami tertawa baersama, dengan keadaan tangan Vino masih menggengam erat tanganku
**makasih udah baca ya, maaf kalau ada kata kata yang kurang enak, makasih :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar