“jadi yang salah gue lagi?” tanyaku setengah menangis, dengan nada suara membentak
“ya iyalah! lo tuh manja banget tau ga!” teriaknya
“hah, mau lo apa si?” tanyaku pasrah
“gatau. Udah ya gak penting tau gak rebut gini, ribet, buang buang waktu! Gua mesti ngurusin kerjaan gua dari pada rebut sama lo!” ucapnya, pergi begitu saja
7 tahun, bukan waktu yang sebentar untuk hubungan kami, ya, aku dan dia. Aku tau semuanya, semua tentang dia. Kebiasaan, kesukaannya, apa yang dia tak suka, semuanya, tak ada yang tak aku ketahui tentangnya. Tapi satu hal yang tak aku tau, dia sangat amat gila bekerja. Aku tau, pekerjaan memang hal yang harus bagi setiap orang. Tapi apakah harus mengabaikan orang orang disekelilingnya, termasuk orang yang mencintainya? Aku rasa itu egois, sangat egois.
Semuanya berawal dari 2 tahun yang lalu, saat Randy memulai pekerjaan di salah satu kantor terkemuka di daerah Jakarta. Aku amat sangat senang, apalagi Randy. Aku ingat sekali dia merayakan hari pertama bekerjanya denganku, berdua denganku.
Tapi makin hari, Randy makin sibuk dengan dunianya sendiri. Kadang dia lupa akan hadirnya aku, sebagai kekasihnya, sebagai seseorang yang sering dia sebut “peri kecilku”. Dia juga lupa annive hubungan kami. Aku tak tau kenapa Randy seperti ini, aku harap dikemudian hari Randy sadar akan adanya diriku, di kehidupannya.
**
“pagi sayang” ucapku di ujung telfon.
Ya, semenjak Randy bekerja dan sibuk akan dunianya, kami jarang bertemu, mungkin tidak pernah bertemu lagi. Kemarin harapanku adalah bertmu dengan Randy. Ya, memang bertemu, tapi pertengkaranlah yang terjadi antara kami.
“pagi juga”
“singkat banget. Jangan lupa makan ya sayang”
“iya iya, udah dulu, mau berangkat, dah”
Begitulah percakapan kami di telfon, setiaphari. Berbeda sekali dengan dulu, saat hubungan kami tidak diganggu dengan pekerjaan, tepatnya pekerjaan Randy. Lebih parah lagi bila sms, terkadang smsku diabaikan, kasarnya tak dianggap sama sekali, hanya angin yang terasa sejenak dikulit lalu pergi begitu saja.
**
21 agustus, anniversary
Kalender bulan ini terasa menyilaukan untukku. Hari ini annive kami, tepatnya 8 tahun hubungan kami. Aku senang, tapi ada satu perasaan yang menyesakkan dadaku, hatiku, batinku. Randy sama sekali tak ingat annive kami. Tapi aku punya hati, aku mengucapkan happy anniversary lewat telfon, walaupun masuk ke kotak suara, hah sungguh aku rindu saat saat itu.
Hari itu aku datang ke rumahnya, membawa kue dengan tulisan “happy anniversary”, kue kesukaan kamu. Kue tar keju. Aku diam, memandangi kue keju itu, sejenak teringat masa masa indah kami
“hah” aku hanya bisa menghela nafas pendek, berjalan menuju rumahnya, dengan langkah yang ragu, tapi tetap berjalan dengan kekuatan yang aku punya. Langkahku bergetar sampai akhirnya aku berdiri di depan pintu rumahnya, di rumah yang menjadi saksi bisu kami. Tuhan, aku sangat rindu dia
Bel rumah Randy aku tekan, menimbulkan nada yang sering aku dengar bila berkujung ke rumah ini. Terdengar suara langkah kaki menuju pintu, jantungku berdegup kencang, seperti akan melihat sosok hantu yang paling menyeramkan. BRAK! Pintu terbuka, sosok Randy terlihat di depan mataku. Aku lemas, bukan senyumannya yang menyambut hangat kedatanganku, tapi alis mata yang menunjukan betapa marahnya dia kepadaku
“ngapain si? Ini masih pagi, hari libur, ganggu istirahat aja” ucapnya, lagi lagi dengan nada bicara yang tinggi
“gapapa kan? Gak apa apa kan kalau aku kesini, kan udah lama. Happy annive ya Randy, aku cinta kamu” ucapku tersenyum lebar, memperlihatkan kue kesukaan kami
“waw, happy annive juga ya sayang, aku cinta kamu, semoga kita langgeng ya”
Kalimat itulah yang aku rindukan setiap annive 2 tahun belakangan ini, tapi alhasil? Aku tak pernah mendengar kalimat itu lagi.
“annive? Emang sekarang tanggal berapa?” tanyanya cuek
“tanggal 21 randy. Kita makan kuenya bareng yu” ucapku menggandengnya masuk
“siapa suruh masuk? Tau sopan santun kan?”
Aku diam membeku. Sekaku itukah kau dan aku? Aku merasakan hatiku hancur, sangat amat hancur. Aku melepas pegangan tanganku
“maaf” ucapku pelan
“lo tuh ya, udah ganggu hari libur gua, main masuk rumah orang pula”
Cukup! Cukup dia menghinaku, cukup sampai hari ini. Aku muak dengan keadaan ini
“ya, emang! Terus? Lo gak suka? Satu kalimat buat lo, Randy lo berubah” ucapku kesal, hari itu meluap sudah amarahku
“tumben ngaku. Ngapain si bawa bawa gituan segala? Itu jaman SMA! Gua udah kerja, lo udah kuliah, masih jaman annive, kue, make a wish, basi tau gak lo!”
Rasanya baru saja sebongkah batu menimpah tubuhku, remuk. Kue yang ku bawa, tiba tiba jatuh dari peganganku, berantakan, kotor
“anjrit! Lo tuh pengacau banget ya! Kotor kan! Mending lo mau bersihin!” sentaknya, tepat ditelingaku
Aku hanya diam, sejenak memejamkan mata, dan mulai berbicara kalimat yang aku benci, yang tak pernah aku harapkan antara hubunganku dengan Randy
“kita putus. Semoga lo bahagia dengan kehidupan lo yang sekarang ya. Lo berubah Randy, semenjak lo dapet kerja. Lo lupa sama gua. Mulai hari ini,gua gak akan ganggu hidup lo lagi, tenang aja. Gak akan ada yang telfon lo tiap pagi, ganggu hari libur lo, dan gak ada yang gak punya span santun, gak punya etika, dan gak ada yang ktorin rumah lo lagi!” bentakku, terengah engah, sebari menangis. Dan Randy? Hanya menatapku iba, seperti melihat anak kucing yang kedinginan di pinggir jalan. Aku benci dia seperti itu, brengsek
“ya, kita udaha aja. Bye. Jaga diri lo ya” singkat, lalu menutup pintu rumahnya rapat rapat.
Aku menangis tersedu sedu, tanpa aada yang memperhatikan aku. Hah, sesakit inikah mempertahankan hubungan kita? Aku berjanji aku akan lebih bersabar, tapi aku yakin, aku akan semakin tersiksa. Tuhan, aku harap Randy akan tetap bahagia walau tanpaku. Aku mengambil kertas di tasku, menuiskan apa yang ingin ku katakan pada Randy
“aku rindu saat kita bersama Randy. Aku sangat merindukan saat saat kita jauh bersama, senang bersama, tertawa bersama. Sesulit ini kah aku mempertahankan hubungan kita? Mungkin hatimu kini sudah beku, tak bisa mencair lagi. Mungkin, aku bukan orang kamu butuhin, selama 8 tahun ini. Aku senang, walaupun 2 tahun terakhir jatuh bangun aku mempertahankan hunbungan kita, ya, hanya aku. Trimakasih Randy, aku akan pergi, sejauh mungkin, tanpa kau tau. Semoga bahagia. Satu kalimat untukmu, aku rindu kamu, kamu yang dulu
Your last Love
Aku selipkan kertas itu dibawah pintu rumah Randy. Lalu aku pergi, dengan sisa tenaga yang aku punya. Pikiranku kacau. Dari jauh aku lihat Randy membaca suratku, dengan wajah setengah menyesal, mengejarku. dan kini, hatiku yang membeku, mati rasa.